Monday, October 9, 2017

Cetaphil: Ahlinya Kulit Sensitif


Halooo ladies!
Udah lama ngga ngeblog nih :( Itulah PR seorang blogger, yaitu konsisten ngeblog! Dan saya belum lulus soal yang satu ini.. huff. Apalagi kalo kerjaan lagi menggunung.

Anyway, saya mau share kegiatan yang saya ikuti seminggu lalu, yaitu Blogger Gathering Cetaphil X Guardian yang mengusung tema "An Intimate Soiree with Andien". Seru? Udah pasti!

Pertama-tama blogger diajak photo competition dulu di booth Cetaphil, sambil tour guna mengenal produk Cetaphil, yang ditujukan bagi kulit sensitif ini. Jujur, pertama lihat boothnya, ada tulisan "Sensitive Skin Care", membuat aku berpikir keras, jangan-jangan ini produk yang saya butuhkan. Terus aku mulai meneliti produknya, yaitu nonkomedogenik, soap-free, perfume free, direkomendasikan oleh dermatologist pula. Naksir dengan produk ini langsung, mana lagi diskon kan (penting tuh!).

Tapi sebelum memutuskan untuk boyong pulang produk, aku coba lihat dulu paparan dari Cetaphil tentang produk ini biar lebih paham. Aku sering lihat sebetulnya di apotik-apotik, tapi aku ngga banyak tahu tentang produk ini. Ternyata Cetaphil sudah eksis di dunia kesehatan kulit sensitif selama lebih dari 40 tahun!

Kulit sensitif di sini bisa berminyak, atau kering atau bahkan berjerawat. Andien, sebagai brand ambassador Cetaphil, ikut berbagi pengalaman bagaimana dulu dia punya masalah kulit wajah. Kulitnya sangat kering tapi berjerawat juga. "Biasanya kalo punya kulit berjerawat fokusnya mengobati jerawat sehingga memilih produk khusus untuk kulit berjerawat dan itu malah membuat muka kusam," kenang Andien. Produk khusus jerawat biasanya ga melembapkan dan cenderung membuat kulit makin kering. Akhirnya Andine dikenalkan produk Cetaphil ini oleh seorang sahabatnya laki-laki. Buat Andien, yang penting itu menyehatkan kulitnya dulu, kalo produk perawatan kulit yang dipilih sudah tepat, jerawat dengan sendirinya ikut terminimalisir.
Andien berbagi pengalaman menggunkan Cetaphil.

Somehow, saya setuju sama Andien. Saya punya kulit berjerawat tapi ngga berminyak banget juga. Saya ngga begitu paham jenis kulit saya. Di bagian-bagian tertentu ada yang agak kering atau normal. Di bagian lagin cukup berminyak. Sepertinya jenis kulit kombinasi. Penting banget buat kita ngerti jenis kulit kita apa, sehingga meminimalkan masalah pada kulit wajah.

Kesalahan saya dalam perawatan kulit wajah selama ini antara lain:
1. Pilih produk yang cenderung mengandung sabun
2. Tergiur dengan produk acne clearing
3. Masih pakai bedak padat
4. Tiba-tiba suka pakai krim malam vitamin E, yang katanya cocok untuk semua jenis kulit. Memang sih enak rasanya lembap, tapi sepertinya ini membuat kulit saya kadang makin berminyak.

Produk Cetaphil, khususnya Cetaphil Gentle Cleanser, meskipun untuk kulit sensitif, bisa digunakan buat jenis kulit manapun. Karena formulanya soap-free, bikin kulit ngga kering sehabis dibersihkan. Kalau biasanya menggunakan sabun muka itu kesat, tapi lain dengan Cetaphil. Saat diaplikasikan ke wajah dan dibersihkan dengan air, Cetaphil tidak meninggalkan lengket di kulit, tapi membersi rasa lembap.

Cetaphil Gentle Cleanser ini perfume free juga. Ini kelebihannya:
1. Cocok untuk semua jenis kulit
2. Ideal untuk wajah dan seluruh tubuh
3. Tidak menyebabkan iritasi kulit
4. pH seimbang dan bebas sabun
5. Dapat digunakan dengan atau tanpa air

Tanpa air? Serius? Ternyata iya, saya coba usapkan di tangan pada saat acara berlangsung, lalu usap pakai kapas. Ngga ada lengket sama sekali. Seperti pakai milk cleanser aja. Lalu di rumah saya coba begitu juga, dan yes, enak sih. Tapi sebaiknya pakai air saja kalo ada. Tanpa air gunakan saat urgent lagi di jalan atau lagi kepepet. Dan usapkan toner setelahnya. Intinya, jangan dibiarkan begitu aja ya, habis pakai Cetaphil, harus tetap dibasuh dengan air atau usap sisa-sisanya dengan kapas.

Saya baru beberapa minggu pakai Cetaphil Gentle Cleanser. Saya pakai untuk membersihkan wajah aja. Kalo untuk mandi juga nanti cepat habis, sayang hahahaha. Kesan pertama saya enak pakai produk ini.. Untuk orang yang terbiasa menggunakan sabun pembersih, mungkin awal-awal ngga terbiasa ya pakai Cetaphil. Sabun pembersih itu biasanya mengandung banyak busa dan meninggalkan rasa kesat yang membuat kita merasa "bersih tuntas". Padahal sabun pembersih yang meninggalkan rasa kesat kemungkinan membuat kulit kering dan perlu dipertanyakan kandungan kelembapannya. Sementara, Cetaphil Gentle Wash ngga menghasilkan busa sama sekali saat diaplikasikan. Tak kesat dan tak terasa kering di kulit, kelembapan kulit pun terjaga.
Kiri: sebelum Cetaphil diaplikasikan. Teksturnya seperti gel, agak putih bening.
Kanan: setelah diaplikasikan ke wajah, bercampur dengan sebum dan kotoran, warna jadi agak putih susu.

Saat ini jerawat-jerawat saya lagi kalem, mungkin ada pengaruh hormon plus pakai Cetaphil Gentle Wash juga. Yang jelas saya ga mengalami efek negatif apapun menggunakan Cetaphil.

Kebetulan saat acara kemarin, saya memenangkan kompetisi foto di Instagram, dan berhadiah beauty box keren dari Cetaphil. Jadi ngga jadi beli deh hehe. Aku coba dulu hadiah Cetaphil Gentle Wash ini. Kalo cocok sampe habis, bakalan rajin hunting diskon ni hahahaha.
Hadiah beauty box dari Cetaphil.

Buat yang mau coba, silahkan yaa, aku rekomen banget! Jangan lupa share pengalaman kamu di komen. Akhirnya, selamat mencoba dan semoga cocok! ;)


Saturday, April 29, 2017

Pengalaman Seru Diagnosa Rambut dengan Kerastase di Irwan Team Hairdesign

Pengalaman Seru Diagnosa Rambut dengan Kerastase

Halo semua. Back again after a while. Kali ini saya mau berbagi pengalaman perawatan rambut beberapa hari lalu.

Februari lalu saya mendaftar untuk mendapatkan satu buah voucher gratis diagnosa dan perawatan rambut di situs myverypersonalcare.com. Saya pilih Irwan Team Hairdesign di Bintaro Xchange sebagai tempat perawatan. Berhubung jadwal cukup padat belakangan ini, dan saya belum ada waktu untuk datang ke salon, tadinya saya udah merelakan untuk ngga pakai vouchernya. Tetapi saya pikir-pikir lagi untuk mencoba saja, berhubung ada waktu. Jadi Sabtu 29 April saya langsung datang ke Irwan Team, karena saat weekend tidak bisa booking via telepon dan diminta langsung datang mengantri. Akhirnya voucher ini saya pakai juga, which is very last minute, H-1 sebelum voucher expired hahaha.

Begitu sampai di salon, resepsionis menyambut ramah. Saya langsung utarakan maksud saya menggunakan voucher. Tak perlu menunggu lama, 15 menit kemudian, saya dipersilahkan untuk melakukan perawatan rambut. Berikut ini tahapannya.

1. Diagnosa rambut 

Ini langkah pertama perawatan, untuk menentukan produk perawatan rambut yang cocok untuk rambut saya. Diagnosa rambut dilakukan menggunakan alat seperti kamera kecil dengan lensa pembesar (mungkin seperti mikrospkop ya) yang bisa melihat kondisi kulit kepala dengan jelas.

Setelah diagnosa, fakta kondisi kadar minyak di rambut saya normal, tidak berlebih. Nice to know, hahaha. Namun, ternyata di rambut saya ada sedikiiiit ketombe, hiks. Perasaan rambut saya bersih-bersih aja deh, karena tidak gatal dan ga pernah ada tampak ketombe di kepala, apalagi sampai jatuh ke bahu (jangan sampeee!). Saking alatnya canggih, jadi calon ketombe yang tak kasat di lapisan dalam kulit kepala pun terlihat dengan alat diagnosa. So, jangan keburu girang ya kalau rambutmu terasa bersih-bersih aja, karena bisa saja ada ketombe hahaha (nyari temen).

Lalu saya tanya mengapa rambut saya yang bersih ini bisa ada ketombenya. Ternyata itu karena saya keramas setiap hari, jd ketombe ngga sempat numpuk di kepala saya. Ah, syukurlah!

Namun meskipun demikian, sebenarnya keramas setiap hari itu tidak dianjurkan. Yang benar adalah setiap dua hari sekali. Kalo setiap hari, lapisan rambut bisa rusak dan rambut jadi kering. Kalau pun terpaksa keramas setiap hari, harus menggunakan kondisioner supaya rambut tidak kering.

Setelah diagnosa selesai, diputuskanlah oleh staf salon untuk menggunakan produk perawatan anti ketombe dalam perawatan rambut saya.

2. Cuci rambut

Tahap kedua, cuci rambut. Dalam tahap ini pencucian rambut dilakukan dua kali, lalu diberi kondisioner. Saya mau jujur, pijatan staf yang mencuci rambut saya enaaaak banget! Lembut, dan ga terburu-buru, tapi terasa cukup kencang (saya penggemar pijatan kencang hahaha). Pijatannya terasa menenangkan dan melenturkan otot-otot di kepala dan leher. Irama pijatan sangat teratur. Haduh ini sih dimanjain banget. Next time jadi pengen cobain perawatan creambath di Irwan Team Hairdesign.

3. Pemberian Tonic Kerastase 
Tonic Kerastase Specifique Cure Anti-Pelliculaire
Selesai cuci rambut, lanjut ke pemberian tonic Kerastase Specifique Cure Anti-Pelliculaire. Serum ini spesifik untuk perawatan kulit kepala yang mengatasi masalah ketombe dan menyeimbangkan minyak berlebih. Sensasi dingin membuat kulit kepala terasa segar. Stafnya dengan telaten meneteskan tonic secara merata di seluruh kulit kepala saya.

4. Blow
Setelah diblow oleh tim Irwan
Ini dia bagian paling ditunggu. Nyalon tanpa blow itu bagaikan ambulans tanpa uwiw uwiw (eh?!). Staf salon ngeblownya enak, ngga sakit ditarik-tarik rambutnya, seperti beberapa salon yang pernah saya kunjungi. Hasilnya luar biasa, rambut ombak badai saya mendadak lurus rapi seketika, seperti baju habis diseterika. Siapa yang tahan untuk ga selfie?

Mandatory selfie setelah nyalon
Sayang sekali saya perginya last minute, karena saya jadi ngga bisa rekomendasi beberapa teman saya yang akhirnya ngga sempat mencoba perawatan rambut yang sangat bagus ini.

Terima kasih Kerastase dan Irwan Team Hairdesign, sudah diberi kesempatan untuk merasakan perawatan rambut yang super excellent. Tunggu kedatangan saya di lain waktu yaa (hhh, kayak saya artis aja!). Keep up the good work!

Tuesday, April 11, 2017

Stimulasi Anak Berbekal Puzzle dan Stop Watch

Menyusun puzzle
Sudah lama ga posting seputar kegiatan anak. Untuk menebus keabsenan saya bikin-bikin kegiatan bersama anak di minggu-minggu lalu berhubung kerjaan lagi cukup padat, hari ini saya upayakan untuk memberi waktu lebih sebelum saya berkutat dengan kerjaan lagi.

Pagi-pagi saya ajak anak nyanyi-nyanyi, kebetulan beberapa bulan yang akan datang akan ada konser dari tempat les musiknya, jadi sekalian saya stimulasi untuk menghafal lagu Twinkle-twinkle dan Happy Family. Setelah itu, nyanyi lagu K-A-S-I-H, yang saat ini lagi jadi lagu favoritnya, berhubung ini lagu ada gayanya sendiri, jd makin seru. Masih di seputar "music smart", saya juga mengulang lagu-lagu di tempat les musik, supaya makin terasah.

Selesai nyanyi-nyanyi, seperti biasa, ia bermain-main. Kali ini bermain puzzle. Beberapa waktu lalu saya berikan puzzle bergambar planet-planet. Puzzlenya lumayan besar dan ga terlalu banyak. Saya pikir yang sesuai usianya dan ga terlalu sulit. Dulu banget juga sebenarnya udah pernah ngenalin puzzle, tapi dia ga begitu tertarik. Mungkin dulu agak sulit buat dia, kebetulan puzzle-nya kecil2 dan banyak. Saat saya tahu sekarang dia udah bisa menyusun puzzle sendiri, saya berikan tantangan.

Puzzle bergambar planet
Pertama, saya suruh susun sendiri dengan benar, dan yes, lulus tanpa hambatan. Lalu, saya nyalakan stop watch, mau melihat berapa lama ia bisa menyelesaikan puzzle. Di awal, ia membutuhkan waktu 1 menit 47 detik (hampir 2 menit) untuk menyelesaikannya. Fokusnya bukannya cepat-cepat selesaikan puzzle malah bolak-balik ngelihatin hp saya, penasaran sama stop watch yang saya setel, hahahahaha.
Menyusun puzzle
Penuh semangat menyusun puzzle

Puzzle selesai
Kemudian saya nyalakan stop watch untuk yang kedua kali, ada peningkatan, dia dapat menyelesaikan puzzle dalam waktu 1 menit 17 detik. Setelah itu, saya menyalakan stop watch untuk yang ketiga kali. Sambil ia menyusun puzzle, saya berikan semangat: ayo, ayo, kamu bisa, ayo ayo. Ternyata ia suka, dan kalo saya berhenti, anak saya bilang, "Ayo Ma, sambil ayo ayoin Cio", dan ia pun mampu menyelesaikan puzzle dengan waktu yang lebih singkat yaitu 1 menit 6 detik. 
Stop watch, bekal stimulasi kali ini selain puzzle.
Rupanya ia suka diberi semangat, dan dalam penyusunan puzzle yang ketiga, ia mengerti bahwa ia sedang diburu dengan waktu untuk menyelesaikan puzzle dengan cepat. Berikutnya, ia kembali menyusun puzzle, tapi saya ga setel stop watch. Ia menyusun puzzle sambil bernyanti Happy Family. Sepertinya menyusun puzzle sambil bernyanyi membuat ia lebih fokus dan tenang. Mungkin sama seperti kita nyanyi sambil masak ya, jadi ga berasa tau-tau udah selesai, hahahaha.

Setel-setel stop watch ini murni keisengan saya, tapi senang juga saat tahu itu punya arti yang cukup unik dalam stimulasi. Beberapa hal yang saya dapat dari stimulasi puzzle dan stop watch kali ini yaitu:
1. Mengajarkan anak berpikir dan melakukan sesuatu dengan tepat dan cepat. Mirip seperti ujian di sekolah, harus selesai sekian soal dalam kurun waktu tertentu.
2. Anak-anak suka diberi semangat, mereka akan terpacu untuk lebih baik saat diberi dorongan positif.
3. Praktik membuktikan, latihan rutin membuat segala sesuatu lebih baik. Terbukti dengan 3x percobaan dengan stop watch, hasilnya semakin lama semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan puzzle. Tapi tentunya bukan dengan paksaan yaa..

Hal positif lainnya yang saya petik dari iseng-iseng hari ini, bahwa stimulasi atau mengajarkan anak-anak sesuatu ga harus selalu serius-serius banget, ga perlu cara yang rumit, ga selalu harus menggunakan alat-alat canggih. Bisa saja hal yang sederhana tapi menarik buatnya dan ia senang melakukannya, malah hasilnya justru lebih baik dari yang dibayangkan. Saat mencoba hal baru, hindari menetapkan target terlalu tinggi, supaya kita ga menjadi orang tua yang terbiasa dengan rentetan ekspektasi akan si anak. Dengan demikian, anak juga ga terbebani dalam menjalani stimulasi-stimulasi untuk kebaikan tumbuh kembangnya. 

By the way, hasil stimulasi juga bisa beda-beda di setiap anak,ya. Jika anak Moms ga suka puzzle, bisa diganti dengan alat bantu atau kegiatan lain yang disuka.

Moms punya pengalaman lain? Share, yuk!

#creativemomforcreativekids

Thursday, March 23, 2017

Tentang Working Mom, Freelance Working Mom dan Stay-at-home Mom

Setiap ibu berharga (Barbara H - clipart-library.com)
Rasanya miris jika di era yang sudah semakin maju ini, antara mom yang satu dengan mom yang lain masih acap terdengar saling mengomentari profesi masing-masing. Mom yang bekerja bilang, "Saya kan ngantor juga, juggling antara urus rumah, urus anak dan pekerjaan. Ga sempat santai-santai kayak Mom yang ngga bekerja dan hanya di rumah aja." Sementara di lain tempat, ibu yang sehari-harinya di rumah berkomentar, "Duh, apa anaknya keurus ya kalo pergi pagi pulang malam gitu? Lama-lama jadi anak pembantu." Dan seterusnya, seperti tak ada habisnya.

Padahal, apapun profesi seorang ibu, apakah working mom, atau freelance working mom, atau bahkan stay-at-home mom, semua ada kebaikan dan tantangannya sendiri. Apapun profesi seorang ibu, kita semua adalah full time mother. Banyak orang bilang full time mom itu adalah ibu yang tidak bekerja di luar rumah. Salah! Buat saya pribadi, ibu bekerja pun disebut full time mom. Mengapa? Karena "ibu" adalah identitas yang melekat sepanjang masa ketika seorang perempuan memiliki anak. Di rumah maupun di luar rumah, seorang ibu tetaplah seorang ibu. Mereka tetap memikirkan anak-anaknya saat bekerja. Seorang ibu yang bekerja di luar rumah tidak lantas menjadi single hanya karena ia memutuskan untuk membagi waktunya untuk menjadi seorang pekerja kantoran.

Mom perlu tahu masing-masing seluk beluk profesi setiap ibu, supaya bisa saling menghargai. Ini lho yang sebenarnya dihadapai oleh working mom, freelance working mom dan stay-at-home mom.

Working Mom
Working mom (Photoduet - freepik.com)
Pendapat orang: enak ya kerja di luar, bisa bertemu orang banyak, ga sumpek di rumah terus.
Fakta: kerja di luar selain bertemu orang banyak, juga bertemu macet dan drama kantor setiap hari. Kerja di kantor juga ada potensi stres karena pekerjaan.

Tidak dipungkiri, ada sisi yang menyenangkan tentang bekerja di kantor.  Rasanya seperti punya beberapa bagian peran. Peran di rumah, juga di tempat kerja. Setelah seharian penat di kantor, pulang ke rumah bertemu anak sungguh membahagiakan. Melihat senyum dan tawa si kecil, bermain-main bersamanya menjadi terapi tersendiri. Tapi tak hanya itu. Sepulang dari kantor, masih banyak PR yang perlu diselesaikan di rumah. Menyiapkan makan malam atau masakan untuk besok pagi, menemani anak mengerjakan PR (bagi mom yang anaknya sudah sekolah), atau memompa ASI bagi ibu yang masih menyusui. Capek? Pastinya.

Belum lagi perjalanan rumah-kantor-rumah, yang hampir tidak mungkin tanpa macet (kecuali beberapa ibu yang beruntung berkantor dekat dengan rumah). Tapi apakah semuanya untuk dikeluhkan atau malah dibangga-banggakan? Seharusnya tidak. Semua harus dijalani dengan legowo supaya hasilnya maksimal. Bagi working mom, anak tetap prioritas utama, lho.

Freelance Working Mom
Freelance working mom (freepik.cpm)
Pendapat orang: enak ya kerja freelance di rumah, santai.
Fakta: bekerja di rumah dengan balita di samping kita, tak semudah yang dibayangkan. Seringkali saat sedang mengejar deadline, dibumbui dengan rengek tangis anak meminta sesuatu, sehingga sulit untuk berkosentrasi.

Banyak ibu yang tetap ingin bekerja setelah memiliki anak, tapi juga dilema untuk meninggalkan anak bekerja. Akhirnya bekerja freelance menjadi pilihan yang ideal. Benarkah ideal? Dalam hal tetap bisa bekerja tanpa harus banyak meninggalkan anak, ya, benar ideal. Bekerja dengan status freelance memungkinkan ibu membagi waktu dengan lebih maksimal antara pekerjaan dan mengasuh anak, sehingga anak mendapat lebih banyak perhatian dan stimulasi untuk tumbuh kembangnya.

Di sisi lain, adalah tantangan tersendiri saat mom harus mengejar deadline di rumah, namun anak merengek mengajak bermain atau justru rewel dan menuntut perhatian Mom. Mana yang akan Mom dahulukan jika ada di posisi seperti itu?

Jika anak mom sudah sekolah, mungkin bekerja freelance bisa jadi lebih ideal, karena Mom bisa fokus bekerja saat anak sekolah. Anak mom pun sudah memiliki kesibukan sendiri. Dan anak usia sekolah, sudah lebih mudah diberi pengertian bahwa ibunya bekerja di rumah. Namun jika anak Mom masih usia balita, ada tantangan yang harus Mom taklukkan saat memilih profesi sebagai freelance worker.

Stay-at-home Mom
Stay-at-home mom (Peoplecreations - freepik.com)
Pendapat orang: enak ya jadi stay-at-home mom, bisa tidur siang di rumah.
Fakta: saat anak tidur siang, ingin rasanya beristirahat sejenak ikutan tidur siang. Tapi nyatanya, masih ada pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, dan mumpung anak tidur, mending diselesaikan aja deh. Dan... waktu sudah sore, sudah lewat jam tidur siang, dan tidur siang tidak pernah terjadi.

Pernah dengar komentar bahwa ibu rumah tangga itu tidak produktif karena tidak menghasilkan Rupiah seperti ibu bekerja? Padahal pekerjaan ibu rumah tangga rasanya seperti tidak ada habisnya. Ibu rumah tangga tidak punya jam kerja yang pasti. Meskipun di rumah dan tidak bermacet-macet di jalan, namun dari pagi hingga larut, ada saja yang diurus mom. Capek? Tentunya. Tetapi ada kepuasan tersendiri menyaksikan anak bertumbuh dan berkembang setiap saat dan memastikan mereka tumbuh sehat dan aman bersama kita.

Saya tergerak untuk menulis artikel ini agar semakin banyak para ibu yang tidak lagi mempersoalkan apa profesi ibu lainnya. Seharusnya setiap ibu bisa menjadi support system bagi ibu lainnya, karena pasti setiap ibu bisa merasakan tantangan dalam menyandang gelar sebagai seorang ibu.

Sudah bukan masanya lagi bagi ibu bekerja meremehkan profesi ibu rumah tangga. Begitu pun ibu rumah tangga, tak seharusnya berkata hal-hal buruk tentang ibu bekerja. Semua itu pilihan. Jangan pernah bilang profesi ibu lainnya itu lebih enak dari kita. Jika ibu rumah tangga bilang ibu pekerja kantoran itu enak, ya silahkan saja bekerja kantoran. Sebaliknya, jika ibu bekerja menganggap jadi stay-at-home mom itu lebih menyenangkan, maka jadilah ibu rumah tangga.

Ibu yang bekerja di luar rumah, bekerja freelance atau ibu rumah tangga, tetap menghadapi saat-saat anak rewel, susah makan, atau kendala lainnya.

Setiap ibu sama-sama capek, apapun profesinya.
Setiap ibu sama-sama butuh piknik dan spa.
Setiap ibu sama-sama mengusahakan yang terbaik buat sang buah hati.
Setiap ibu pasti meletakkan keluarga di atas segalanya.
Setiap ibu sama-sama berharga.

Jadi, tidak ada yang paling mudah di antara ketiganya.

So, moms, apakah masih perlu mempersoalkan profesi moms lainnya? Saya sih big NO. Kalau moms, gimana? Kalau sepakat sama saya, tulis di kolom komentar ya :)

Thursday, February 16, 2017

Review Film: John Wick: Chapter 2


Film action yang merupakan sekuel dari John Wick (2014) ini sedikit berbeda dari biasanya. Kalau pada umumnya jagoan dalam film action terlihat fit, gagah, well-prepared dan sebagainya, tidak untuk tokoh John di film John Wick: Chapter 2.

Ada sisi rapuh, bimbang dan emosional di balik seorang John Wick (Keanu Reeves) yang kejam dan sporadis saat istrinya ditinggal mati di kisah sebelumnya. Kamu ngga akan menemukan adegan baku hantam yang elegan seperti aksi laga di film xXx: Return of Xander Cage atau aksi Milla Jovovich di filmnya baru-baru ini. Tak juga di film-film dengan tokoh agen CIA dengan gerakan-gerakan fisik yang epik: seperti melompat di atas kereta yang sedang berjalan atau berlari di dinding lalu melayangkan tendangan ke arah lawan.

Selain Keanu Reeves, penonton cukup dimanjakan dengan kehadiran beberapa aktor kawakan lainnya seperti Ian McShane, pemeran tokoh Winston, yang sebelumnya juga hadir di sekuel John Wick yang pertama; dan Laurence Fishburne. Ada juga Peter Serafinowicz, dan Ruby Rose. Aktris yang terakhir ini tampaknya sedang berkibar. Terbukti dia tampil berturut-turut di dua film laga lainnya yang belum lama diputar di bioskop: xXx: Return of Xander Cage dan Resident Evil: The Final Chapter.

John Wick: Chapter 2 masih disutradai oleh Chad Stahelski dan ditulis oleh Derek Kolstad. Film produksi Thunder Road Pictures dan 87Eleven Productions ini meraup keuntungan sebesar $30,436,123.00 dalam waktu 1 minggu sejak film dirilis.

Film bergenre action, crime dan thriller ini memberikan wawasan tentang cara-cara operasi sebuah organisasi pembunuh bayaran internasional. Selama 122 menit, kamu ngga akan sempat untuk berkedip dan menunggu aksi selanjutnya, karena adegan laga disajikan bertubi-tubi. Cocok bagi pecinta film action seperti kamu. So, recommended!

Kalau sudah nonton, share pendapat kamu di komen tentang film ini, ya! Sekali lagi, selamat menonton.

Personal score: 7/10

Baca juga review film lainnya: 

Monday, February 6, 2017

Review Film: Resident Evil: The Final Chapter

www.21cineplex.com
Zombie adalah bagian penting yang sudah melekat dan tak mungkin dimusnahkan dalam rangkaian film Resident Evil, tak terkecuali Resident Evil: The Final Chapter.

Bagi kamu yang tidak mengikuti film-film Resident Evil sebelumnya, tidak akan menemui kesulitan untuk mengikuti jalan cerita di chapter kali ini.

Masih diwarnai dengan aksi "gagah" Alicia (Milla Jovovich), adegan-adegan dalam film ini tidak meleset dari genre-nya yaitu action, horor dan sci-fi. Tak perlu banyak dialog. Horornya terasa saat Alice menebas tangan Dr. Isaac (Iain Glen). Sentuhan sci-fi saat Alice meloloskan diri dari senjata laser juga cukup berkesan. Untuk actionnya, tidak perlu diragukan lagi. 90% adegan dalam film ini dipenuhi dengan action fisik, tembak-menembak hingga kejar-kejaran.

Sebetulnya saya bukan penyuka film dengan tema zombie dan sejenisnya, namun saya cukup menikmati film ini, karena yang menjadi urusan besar dalam cerita film adalah tentang perebutan antivirus T-virus untuk menyelamatkan populasi manusia di bumi, sehingga kehadiran zombie di sini tidak menjadi dominan.

Kalau kamu mencari adrenalin rush dalam menonton, tunggu apalagi, segera tonton film ini di bioskop terdekat.

Personal score: 6/10

Thursday, January 26, 2017

Review Film: xXx: Return of Xander Cage

xXx: Return of Xander Cage

Kalo kamu fans berat Vin Diesel dan Fast & Furious, bisa mengira-ngira dong kira-kira kayak gimana aksi aktor berkepala plontos ini dalam film-film action lainnya?

Yap, ga beda jauh aksi dia di film action Fast & Furious dengan di film xXx: Return of Xander Cage ini. Bedanya, yang satu pakai mobil berteknologi balap, kalau ini dengan tangan kosong, aka, action biasa.

Di awal-awal, aksi laga Xiang (Donnie Yen), Serena (Deepika Padukone) and the gank sih menghibur banget, kecepatan tangan, mata, gerak dalam mencuri kotak Pandora, patut diacungi jempol. Apalagi saat Talon (Tony Jaa) beraksi merebut motor lawan dengan cara yang nggak biasa.

Setelah aksi itu, saya masih terhibur dengan gaya nyeleneh Xander (Vin Diesel) yang mencuri semacam dekoder dari gardu listrik, kabur pake ski melintasi hutan, naik skateboard, demi memasang dekoder itu di suatu tempat agar televisi-televisi di wilayah tersebut bisa menikmati siaran langsung sepakbola.

Namun lepas dari aksi-aksi itu, jalan cerita selanjutnya udah bisa ditebak sendiri. Merekrut tim sendiri, kerja pake gaya sendiri, pengkhianatan pihak pemerintah, dan seterusnya. Secara keseluruhan film ini sih Vin Diesel banget. Ngga ada hal baru yang bikin wow.

Kita tunggu saja aksi aktor botak ini di film berikutnya: Fast & Furious 8, semoga lebih menghibur.

Personal score: 6/10

Thursday, January 19, 2017

Review Produk: Bio-Oil, Babay Bekas Jerawat!

Bio-Oil, efektif menghilangkan bekas luka
Halo ladies, kali ini saya mau review produk kesehatan dan kecantikan kulit, Bio-Oil. Saya sudah pakai produk ini selama kurang lebih tiga bulan. Waktu itu sebenarnya ga berminat beli Bio-Oil, tapi waktu mau bayar produk lain di kasir, si Mba petugas kasir menawarkan produk ini ke saya, yang saat itu diskon 20%. Bukan hanya diskonnya sih yang bikin saya akhirnya beli. Tapi juga karena penjelasan dari si Mba tentang produk ini.

Saya dijelasin kalo Bio-Oil ini efektif mengurangi bekas luka termasuk bekas luka jerawat. Langsung sinyal saya kuat nerima informasi si Mba, alias tergiur, berhubung saya punya noda bandel bekas jerawat yg lumayan bikin lelah kalo diurus, hiks :(... makanya dari pada ribet, jadi saya cuekin deh hahaha. 

Setelah saya coba, ternyata jika diaplikasikan secara rutin dua kali sehari sehabis membersihkan wajah selama satu bulan, hasil membuktikan bekas jerawat hilang sekitar 50%. Selama dua bulan pemakaian, bekas jerawat semakin menipis 75%. Bulan ketiga bekas jerawat hilang sekitar 90%. Pemakaiannya harus rutin untuk memperoleh hasil maksimal. Namun kondisi kulit setiap orang berbeda, jadi hasilnya juga bisa aja beda.

Bio-Oil bisa digunakan untuk luka lama maupun baru. Saya juga sudah coba oleskan di bekas jerawat yang agak timbul, terbukti hasilnya bekas luka menipis dan mengecil (kempes) sehingga rata lagi seperti kulit sekitarnya.

Selain untuk menghilangkan bekas luka, Bio-Oil juga bisa digunakan untuk menyamarkan stretch mark, melembabkan kulit yang dehidrasi, meratakan warna kulit, dan sebagai anti penuaan dini. Bahkan kakak saya menggunakannya untuk pelembab kulit sebagai pengganti body lotion. Perlu diingat, Bio-Oil ngga bisa digunakan di wilayah kulit yang sedang luka.

Produk yang kandungan utamanya PurCellion Oil ini ngga lengket saat diaplikasikan. Formulanya cepat menyerap dengan baik di kulit setelah dioleskan. Tidak terasa berminyak. Berhubung bentuknya oil, tidak perlu dioleskan tebal-tebal, cukup tipis saja. Bio-Oil juga tergolong awet dan ga cepat habis seperti krim.

Pada review ini saya ngga menyertakan foto before dan after kayak di iklan-iklan ya, nanti disangka editan lagi hahaha. Tapi yang pasti, kalau mau menggunakan produk ini, ga bisa instan hasilnya. Harus telaten, dan rajin. Sebagian luka hilang 90% sebagian lagi mungkin hasilnya tidak sama. 

Dari pada penasaran, yuk cobain, ladies!

Tuesday, January 17, 2017

Filosofi "Anger Management" dari Seorang Supir Uber

 "Aplikasi Uber ini kan unik, Bu. Kita bisa bertemu banyak orang. Kalau buat saya pribadi, jadi supir Uber itu saya gunakan sebagai sarana "anger management". Soal dapat uang, itu bonus."

pexels.com

Beberapa waktu lalu saya menggunakan jasa Uber sebagai transportasi pulang ke rumah. Karena sudah malam, saya biasanya mengajak supir mengobrol supaya merasa lebih aman. Lalu saya buka percakapan dengan obrolan standar: "Sudah berapa lama di Uber, Pak?", "Kenal betul daerah sini ya, Pak?", "Enak ga di Uber, Pak?", dan seterusnya.

Pertanyaan pertama merembet ke percakapan seru yang ngga saya duga sebelumnya. Sebelum bergabung dengan Uber, Bapak supir, sebut saja Pak Jo (bukan nama sebenarnya) rupanya berbisnis alat olah raga air. Orang awam seperti saya, kalo dengar olah raga air ya paling kepikirannya berenang, polo air, menyelam, snorkeling. Habis apa lagi? Pak Jo dengan lihai menjelaskan jenis-jenis olah raga air dari yang ringan sampai yang risiko bahayanya lebih tinggi dari balap F1. Yep! Beliau berbisnis peralatan olah raga kayak. Saya pernah sih dengan "kayak" tapi jujur ngga tau-tau amat juga. Wawasan saya jadi bertambah dengan penjelasan tentang olah raga kayak dari Pak Jo.

Idealis, adalah kesan pertama yang saya dapat dari Pak Jo. Tentang olah raga kayak, beliau punya mimpi bahwa Indonesia bisa unggul dalam olah raga ini, karena Indonesia memiliki banyak sungai yang bisa dijadikan sarana latihan dan kompetisi olah raga kayak. Sementara negara lain yang lebih unggul di cabang olahraga kayak, kebanyakan tidak memiliki sungai dan malah menciptakan sungai buatan demi menghidupkan olahraga ini.

Itu soal kayak. Di sepanjang jalan saya semakin tertarik untuk mengobrol dengan Pak Jo. Usianya sekitar 45-an. Saat saya bertanya join Uber enak atau tidak, beliau menjawab, "aplikasi Uber ini kan unik, Bu. Kita bisa bertemu banyak orang. Kalau buat saya pribadi, jadi supir Uber itu saya gunakan sebagai sarana "anger management". Soal dapat uang, itu bonus." Saya betul-betul tercenung dengan perkataan Pak Jo.

Lalu saya lanjut menanyakan maksud "anger management" yang dia sebut. Pak Jo bilang, jadi supir Uber mengharuskannya berinteraksi langsung dengan penumpang. Di sana ia melatih mengendalikan emosi, terdorong untuk banyak tersenyum, dan menyapa penumpang dengan tulus. Ia juga menyebutkan bahwa pekerjaan ini adalah pelayanan. Baginya, yang terpenting dirinya sudah bermanfaat untuk orang lain.

Spontan saya bilang: "mulia amat, Pak!" Di kala semakin banyak supir yang mengeluhkan penumpang, rute perjalanan, atau sistem Uber saat ini, Pak Jo malah memandangnya dari sisi yang berbeda. Dia sendiri bilang bahwa "Saya banyak kekurangan dalam hal emosi juga, Bu. Makanya sejak saya ikut Uber, saya malah lebih bisa meredam emosi."

Saya jadi terinspirasi sama Pak Jo. Sedikit banyak apa yang dia bilang, terekam juga di otak saya, dan berharap saya bisa melakukan "anger management" yang sama dalam keseharian saya. Ngurangin ngomel karena hal-hal kecil, terutama ke keluarga sendiri atau orang yang paling dekat yang kita sayang. Seneng banget kalo ketemu orang-orang yang inspiring kayak Pak Jo. Semoga semakin banyak orang di dunia ini yang juga melakukan "anger management" dengan lebih baik lagi.

Saturday, January 7, 2017

Movie Review: Great Wall; Great Pleasure

Film Great Wall, Januari 2017 (21cineplex)
Ini yang dinamakan cinta buta.

Berhubung ngefans berat seberat bola meriam dengan aktor yang ngga ganteng-ganteng amat tapi bagi saya sungguh memesona ini, si kang Mas Damon (begitu saya panggilnya, padahal nama aslinya Matt Damon), yang merupakan aktor utama di dalam film Great Wall, menjadi fokus utama saya untuk memutuskan nonton film ini.

Apalagi saat lihat di poster yang terpampang di bioskop, kawan mainnya (saya ga bilang lawan main, karena di film ini mereka akur) yaitu Andy Lau, saya membayangkan kombinasi barat dan timur dalam satu film itu biasanya apik.

Benar saja, saya sangat menikmati setiap adegan di film pertama yang saya tonton di tahun 2017 ini. Visualnya begitu megah, keperkasaan tembok Cina diekspos sedemikian rupa sehingga membuat kagum. Teknologi persenjataan modern di film era digital memang keren, namun persenjataan tradisional dan strategi perang dalam film berlatar era dinasti Cina tak kalah apik. Tak hanya itu, barisan prajurit tembok Cina dari level bawah hingga Jendralnya yang ditandai dengan warna kostum perang dan keahliannya juga menjadi detil tersendiri. Belum lagi formasi barisan yang dibentuk saat bersiap perang, sangat menarik.

Film kolosal bergenre action, fantasy dan adventure tak lupa mengedepankan aksi-aksi yang menghibur: kepiawaian William dan Tovar dalam memanah, kelihaian Lin menerjang monster dengan tombak bertali, serta keahlian strategi perang dari Wang.

Di luar itu semua, dari segi jalan cerita, bagi saya film ini terlalu sederhana, kurang kompleks. Namun biasanya ini yang terjadi pada film yang menggunakan tokoh monster sebagai lawan. Imajinasi tentang legenda tembok Cina rasanya kurang historis. Biarpun demikian, secara keseluruhan, saya menikmati sekali film ini karena dua hal: visual (CGI) yang epik, serta action yang seru. Eh tiga ding, satu lagi karena kang Mas Damon tentunya (maafkan kalo anda mual bacanya, hahaha).

Penasaran? Yuk ditonton filmnya, jangan lupa share di komen pendapat kamu tentang film ini :)

Personal score: 7/10
© Stories from An Affogato Lover
Maira Gall