Thursday, March 23, 2017

Tentang Working Mom, Freelance Working Mom dan Stay-at-home Mom

Setiap ibu berharga (Barbara H - clipart-library.com)
Rasanya miris jika di era yang sudah semakin maju ini, antara mom yang satu dengan mom yang lain masih acap terdengar saling mengomentari profesi masing-masing. Mom yang bekerja bilang, "Saya kan ngantor juga, juggling antara urus rumah, urus anak dan pekerjaan. Ga sempat santai-santai kayak Mom yang ngga bekerja dan hanya di rumah aja." Sementara di lain tempat, ibu yang sehari-harinya di rumah berkomentar, "Duh, apa anaknya keurus ya kalo pergi pagi pulang malam gitu? Lama-lama jadi anak pembantu." Dan seterusnya, seperti tak ada habisnya.

Padahal, apapun profesi seorang ibu, apakah working mom, atau freelance working mom, atau bahkan stay-at-home mom, semua ada kebaikan dan tantangannya sendiri. Apapun profesi seorang ibu, kita semua adalah full time mother. Banyak orang bilang full time mom itu adalah ibu yang tidak bekerja di luar rumah. Salah! Buat saya pribadi, ibu bekerja pun disebut full time mom. Mengapa? Karena "ibu" adalah identitas yang melekat sepanjang masa ketika seorang perempuan memiliki anak. Di rumah maupun di luar rumah, seorang ibu tetaplah seorang ibu. Mereka tetap memikirkan anak-anaknya saat bekerja. Seorang ibu yang bekerja di luar rumah tidak lantas menjadi single hanya karena ia memutuskan untuk membagi waktunya untuk menjadi seorang pekerja kantoran.

Mom perlu tahu masing-masing seluk beluk profesi setiap ibu, supaya bisa saling menghargai. Ini lho yang sebenarnya dihadapai oleh working mom, freelance working mom dan stay-at-home mom.

Working Mom
Working mom (Photoduet - freepik.com)
Pendapat orang: enak ya kerja di luar, bisa bertemu orang banyak, ga sumpek di rumah terus.
Fakta: kerja di luar selain bertemu orang banyak, juga bertemu macet dan drama kantor setiap hari. Kerja di kantor juga ada potensi stres karena pekerjaan.

Tidak dipungkiri, ada sisi yang menyenangkan tentang bekerja di kantor.  Rasanya seperti punya beberapa bagian peran. Peran di rumah, juga di tempat kerja. Setelah seharian penat di kantor, pulang ke rumah bertemu anak sungguh membahagiakan. Melihat senyum dan tawa si kecil, bermain-main bersamanya menjadi terapi tersendiri. Tapi tak hanya itu. Sepulang dari kantor, masih banyak PR yang perlu diselesaikan di rumah. Menyiapkan makan malam atau masakan untuk besok pagi, menemani anak mengerjakan PR (bagi mom yang anaknya sudah sekolah), atau memompa ASI bagi ibu yang masih menyusui. Capek? Pastinya.

Belum lagi perjalanan rumah-kantor-rumah, yang hampir tidak mungkin tanpa macet (kecuali beberapa ibu yang beruntung berkantor dekat dengan rumah). Tapi apakah semuanya untuk dikeluhkan atau malah dibangga-banggakan? Seharusnya tidak. Semua harus dijalani dengan legowo supaya hasilnya maksimal. Bagi working mom, anak tetap prioritas utama, lho.

Freelance Working Mom
Freelance working mom (freepik.cpm)
Pendapat orang: enak ya kerja freelance di rumah, santai.
Fakta: bekerja di rumah dengan balita di samping kita, tak semudah yang dibayangkan. Seringkali saat sedang mengejar deadline, dibumbui dengan rengek tangis anak meminta sesuatu, sehingga sulit untuk berkosentrasi.

Banyak ibu yang tetap ingin bekerja setelah memiliki anak, tapi juga dilema untuk meninggalkan anak bekerja. Akhirnya bekerja freelance menjadi pilihan yang ideal. Benarkah ideal? Dalam hal tetap bisa bekerja tanpa harus banyak meninggalkan anak, ya, benar ideal. Bekerja dengan status freelance memungkinkan ibu membagi waktu dengan lebih maksimal antara pekerjaan dan mengasuh anak, sehingga anak mendapat lebih banyak perhatian dan stimulasi untuk tumbuh kembangnya.

Di sisi lain, adalah tantangan tersendiri saat mom harus mengejar deadline di rumah, namun anak merengek mengajak bermain atau justru rewel dan menuntut perhatian Mom. Mana yang akan Mom dahulukan jika ada di posisi seperti itu?

Jika anak mom sudah sekolah, mungkin bekerja freelance bisa jadi lebih ideal, karena Mom bisa fokus bekerja saat anak sekolah. Anak mom pun sudah memiliki kesibukan sendiri. Dan anak usia sekolah, sudah lebih mudah diberi pengertian bahwa ibunya bekerja di rumah. Namun jika anak Mom masih usia balita, ada tantangan yang harus Mom taklukkan saat memilih profesi sebagai freelance worker.

Stay-at-home Mom
Stay-at-home mom (Peoplecreations - freepik.com)
Pendapat orang: enak ya jadi stay-at-home mom, bisa tidur siang di rumah.
Fakta: saat anak tidur siang, ingin rasanya beristirahat sejenak ikutan tidur siang. Tapi nyatanya, masih ada pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, dan mumpung anak tidur, mending diselesaikan aja deh. Dan... waktu sudah sore, sudah lewat jam tidur siang, dan tidur siang tidak pernah terjadi.

Pernah dengar komentar bahwa ibu rumah tangga itu tidak produktif karena tidak menghasilkan Rupiah seperti ibu bekerja? Padahal pekerjaan ibu rumah tangga rasanya seperti tidak ada habisnya. Ibu rumah tangga tidak punya jam kerja yang pasti. Meskipun di rumah dan tidak bermacet-macet di jalan, namun dari pagi hingga larut, ada saja yang diurus mom. Capek? Tentunya. Tetapi ada kepuasan tersendiri menyaksikan anak bertumbuh dan berkembang setiap saat dan memastikan mereka tumbuh sehat dan aman bersama kita.

Saya tergerak untuk menulis artikel ini agar semakin banyak para ibu yang tidak lagi mempersoalkan apa profesi ibu lainnya. Seharusnya setiap ibu bisa menjadi support system bagi ibu lainnya, karena pasti setiap ibu bisa merasakan tantangan dalam menyandang gelar sebagai seorang ibu.

Sudah bukan masanya lagi bagi ibu bekerja meremehkan profesi ibu rumah tangga. Begitu pun ibu rumah tangga, tak seharusnya berkata hal-hal buruk tentang ibu bekerja. Semua itu pilihan. Jangan pernah bilang profesi ibu lainnya itu lebih enak dari kita. Jika ibu rumah tangga bilang ibu pekerja kantoran itu enak, ya silahkan saja bekerja kantoran. Sebaliknya, jika ibu bekerja menganggap jadi stay-at-home mom itu lebih menyenangkan, maka jadilah ibu rumah tangga.

Ibu yang bekerja di luar rumah, bekerja freelance atau ibu rumah tangga, tetap menghadapi saat-saat anak rewel, susah makan, atau kendala lainnya.

Setiap ibu sama-sama capek, apapun profesinya.
Setiap ibu sama-sama butuh piknik dan spa.
Setiap ibu sama-sama mengusahakan yang terbaik buat sang buah hati.
Setiap ibu pasti meletakkan keluarga di atas segalanya.
Setiap ibu sama-sama berharga.

Jadi, tidak ada yang paling mudah di antara ketiganya.

So, moms, apakah masih perlu mempersoalkan profesi moms lainnya? Saya sih big NO. Kalau moms, gimana? Kalau sepakat sama saya, tulis di kolom komentar ya :)

No comments

Post a Comment

© Stories from An Affogato Lover
Maira Gall