"Aplikasi Uber ini kan unik, Bu. Kita bisa bertemu banyak orang. Kalau buat saya pribadi, jadi supir Uber itu saya gunakan sebagai sarana "anger management". Soal dapat uang, itu bonus."
pexels.com |
Beberapa waktu lalu saya menggunakan jasa Uber sebagai transportasi pulang ke rumah. Karena sudah malam, saya biasanya mengajak supir mengobrol supaya merasa lebih aman. Lalu saya buka percakapan dengan obrolan standar: "Sudah berapa lama di Uber, Pak?", "Kenal betul daerah sini ya, Pak?", "Enak ga di Uber, Pak?", dan seterusnya.
Pertanyaan pertama merembet ke percakapan seru yang ngga saya duga sebelumnya. Sebelum bergabung dengan Uber, Bapak supir, sebut saja Pak Jo (bukan nama sebenarnya) rupanya berbisnis alat olah raga air. Orang awam seperti saya, kalo dengar olah raga air ya paling kepikirannya berenang, polo air, menyelam, snorkeling. Habis apa lagi? Pak Jo dengan lihai menjelaskan jenis-jenis olah raga air dari yang ringan sampai yang risiko bahayanya lebih tinggi dari balap F1. Yep! Beliau berbisnis peralatan olah raga kayak. Saya pernah sih dengan "kayak" tapi jujur ngga tau-tau amat juga. Wawasan saya jadi bertambah dengan penjelasan tentang olah raga kayak dari Pak Jo.
Idealis, adalah kesan pertama yang saya dapat dari Pak Jo. Tentang olah raga kayak, beliau punya mimpi bahwa Indonesia bisa unggul dalam olah raga ini, karena Indonesia memiliki banyak sungai yang bisa dijadikan sarana latihan dan kompetisi olah raga kayak. Sementara negara lain yang lebih unggul di cabang olahraga kayak, kebanyakan tidak memiliki sungai dan malah menciptakan sungai buatan demi menghidupkan olahraga ini.
Itu soal kayak. Di sepanjang jalan saya semakin tertarik untuk mengobrol dengan Pak Jo. Usianya sekitar 45-an. Saat saya bertanya join Uber enak atau tidak, beliau menjawab, "aplikasi Uber ini kan unik, Bu. Kita bisa bertemu banyak orang. Kalau buat saya pribadi, jadi supir Uber itu saya gunakan sebagai sarana "anger management". Soal dapat uang, itu bonus." Saya betul-betul tercenung dengan perkataan Pak Jo.
Lalu saya lanjut menanyakan maksud "anger management" yang dia sebut. Pak Jo bilang, jadi supir Uber mengharuskannya berinteraksi langsung dengan penumpang. Di sana ia melatih mengendalikan emosi, terdorong untuk banyak tersenyum, dan menyapa penumpang dengan tulus. Ia juga menyebutkan bahwa pekerjaan ini adalah pelayanan. Baginya, yang terpenting dirinya sudah bermanfaat untuk orang lain.
Spontan saya bilang: "mulia amat, Pak!" Di kala semakin banyak supir yang mengeluhkan penumpang, rute perjalanan, atau sistem Uber saat ini, Pak Jo malah memandangnya dari sisi yang berbeda. Dia sendiri bilang bahwa "Saya banyak kekurangan dalam hal emosi juga, Bu. Makanya sejak saya ikut Uber, saya malah lebih bisa meredam emosi."
Saya jadi terinspirasi sama Pak Jo. Sedikit banyak apa yang dia bilang, terekam juga di otak saya, dan berharap saya bisa melakukan "anger management" yang sama dalam keseharian saya. Ngurangin ngomel karena hal-hal kecil, terutama ke keluarga sendiri atau orang yang paling dekat yang kita sayang. Seneng banget kalo ketemu orang-orang yang inspiring kayak Pak Jo. Semoga semakin banyak orang di dunia ini yang juga melakukan "anger management" dengan lebih baik lagi.
Itu soal kayak. Di sepanjang jalan saya semakin tertarik untuk mengobrol dengan Pak Jo. Usianya sekitar 45-an. Saat saya bertanya join Uber enak atau tidak, beliau menjawab, "aplikasi Uber ini kan unik, Bu. Kita bisa bertemu banyak orang. Kalau buat saya pribadi, jadi supir Uber itu saya gunakan sebagai sarana "anger management". Soal dapat uang, itu bonus." Saya betul-betul tercenung dengan perkataan Pak Jo.
Lalu saya lanjut menanyakan maksud "anger management" yang dia sebut. Pak Jo bilang, jadi supir Uber mengharuskannya berinteraksi langsung dengan penumpang. Di sana ia melatih mengendalikan emosi, terdorong untuk banyak tersenyum, dan menyapa penumpang dengan tulus. Ia juga menyebutkan bahwa pekerjaan ini adalah pelayanan. Baginya, yang terpenting dirinya sudah bermanfaat untuk orang lain.
Spontan saya bilang: "mulia amat, Pak!" Di kala semakin banyak supir yang mengeluhkan penumpang, rute perjalanan, atau sistem Uber saat ini, Pak Jo malah memandangnya dari sisi yang berbeda. Dia sendiri bilang bahwa "Saya banyak kekurangan dalam hal emosi juga, Bu. Makanya sejak saya ikut Uber, saya malah lebih bisa meredam emosi."
Saya jadi terinspirasi sama Pak Jo. Sedikit banyak apa yang dia bilang, terekam juga di otak saya, dan berharap saya bisa melakukan "anger management" yang sama dalam keseharian saya. Ngurangin ngomel karena hal-hal kecil, terutama ke keluarga sendiri atau orang yang paling dekat yang kita sayang. Seneng banget kalo ketemu orang-orang yang inspiring kayak Pak Jo. Semoga semakin banyak orang di dunia ini yang juga melakukan "anger management" dengan lebih baik lagi.
No comments
Post a Comment