Thursday, February 22, 2018

Review Film: Black Panther, Selamat Datang Superhero Terbaru Marvel di Layar Lebar

Black Panther movie (citymetric.com)
Helloooo 2018!

Banyak film yang udah ditonton dan dilewatkan untuk direview sejak review film terakhir John Wick, satu tahun lalu!

Sore ini saya movie date sama suami, dari pacaran kita paling seneng nonton film. Sampe sekarang, ngedate paling gampang, ngga makan waktu lama tapi enjoyable dan cukup buat refreshing sejenak buat saya dan suami itu ya nonton film di bioskop. Sebagai sesama pecinta film Hollywood action, thriller, dan sejenisnya, pilihan film saat nonton di bioskop memang selalu jatuh pada genre ini. Tapi bukannya anti genre film lainnya lho yaa. Suka juga kok dengan film genre lain, bahkan film Indonesia :)

Bulan lalu, setelah lihat trailer Black Panther, langsung film ini dimasukkan dalam next movie shopping list. Pas udah tayang, menggebu-gebu banget pengen cepet-cepet nonton karena di trailer rasanya film itu keren banget karena beberapa alasan:
1. Latarnya Afrika, which is jarang. Yang sudah-sudah, Marvel Superheroes kebanyakan berasal dari Amerika, sangat western.
2. Menambah deret karakter Marvel berbasis binatang. Dan Black Panther ini terkesan kuat, kokoh, keren.
3. Di trailer, saya merasa "jagoan" yang dimunculkan tuh ngga to the point, jadi bikin penasaran.

Ekspektasi saya cukup tinggi sama film ini. Saya merasa bakal puas banget. Untuk poin 1 dan 2, dapet banget. Budaya dan ritual Afrikanya melekat banget dalam film ini. Plus logat Afrikanya itu seru, ngomong bahasa Inggris dengan aksen Afrika, so cool. Banyak juga percakapan dalam bahasa "Afrika" meski ngga tau itu betulan bahasa Afrika atau ngga (maklum ngga pernah belajar bahasa Afrika).

Tapi untuk poin 3, ternyata unsur kejutannya ngga seperti yang diharapkan. Semua langsung dijembreng di awal. Meskipun ada bedanya dengan superhero berkarakter binatang lainnya seperti Spiderman atau Antman yang proses penjelmaan jadi superhero biasanya karena kegigit hewan tersebut atau dari penelitian. Kalo ini ngga neko-neko, bila seseorang dinobatkan menjadi Raja Wakanda ya otomatis jadi Black Panther.

Intisari cerita ini sebetulnya bagus, dimana Wakanda, negeri yang super kaya dengan vibranium ini menyembunyikan kekayaan negerinya karena takut disalahgunakan oleh negara lain, karena prinsip negeri ini sesimpel menjaga kedamaian negeri dan ngga mau terlibat dengan konflik-konflik di luar negeri. Sayang, adegan actionnya menurut saya kurang epik. Adegan action yang paling saya suka yaitu waktu di Busan, Korea.
Sumber: nytimes.com
Film ini mengambil tempat di wilayah asal Black Panther, konfliknya masih di lingkup negeri Wakanda, belum keluar dari situ. Seperti Thor di awal yang latarnya full di Asgar (asli garut, eh) Asgard dan belum keluar dari Asgard. Tebakan saya, Black Panther nantinya akan jadi seperti Thor juga, keluar dari Wakanda, bergabung dengan negara lainnya to save the world. Ini hanya permulaan aja, jadi urusannya masih ngeberesin konflik internal.

Intinya adalah, kesan yang saya dapet nonton film ini kayak waktu Nonton Wonder Woman. Gal Gadot actingnya keren banget, tapi aksi laganya kurang epik. Karakter T'Challa itu kuat banget, dan Chadwick Boseman memerankan karakter T'Challa dan Black Panther tanpa cacat. Tapi aksi-aksinya belum begitu mengesankan buat saya. Namun secara keseluruhan, film ini tetap menghibur. Memang ngga bisa expect banyak karena film ini baru awal. Di sekuel berikutnya pasti lebih banyak kejutan yang lebih keren.

Maaf lho, reviewnya susah banget buat ngindarin spoiler :D

My personal score for this movie: 6/10.

© Stories from An Affogato Lover
Maira Gall